Partai Golkar tak perlu menggelar musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) untuk meminta pertanggungjawaban dari Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla setelah partai berlambang pohon Beringin ini mengalami kekalahan di sejumlah pemilihan gubernur di beberapa daerah.
"Harus segera dilakukan evaluasi kinerja dari pengurus DPP, tetapi tanpa Munaslub. Kekalahan Partai Golkar tidak dapat ditimpakan kepada JK," kata fungsionaris DPP Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi seusai acara kunjungan kerja Komisi I DPR RI di Kantor Pemerintah Provinsi Jateng, Senin (21/7).
Yuddi mengatakan, mekanisme di Golkar sangat birokratis dalam menentukan calon gubernur untuk ikut pilkada. Golkar menggunakan aturan konvensi atau rapat pimpinan daerah (Rapimda) di mana masing-masing struktur partai memiliki persentase dalam memilih.
Ia melihat pemilihan calon dengan konvensi tidak menjamin menghasilkan calon sesuai pilihan dan harapan masyarakat. Konvensi memang merupakan mekanisme demokrasi untuk menunjukkan bahwa keputusan diambil secara bersama dengan keterlibatan pengambil keputusan tidak didominasi oleh DPP, tapi juga DPW, DPD, dan seluruh unsur-unsur partai dilibatkan.
Disinggung mengenai kekalahan di Jateng, apakah ada sanksi untuk Bambang Sadono, Yuddy mengatakan, bila ada sanksi kepada yang bersangkutan itu tidak adil. Bambang Sadono hanya merupakan obyek dari kesalahan Golkar dalam mengambil keputusan. Yang menentukan maju dan tidaknya Bambang ada banyak pihak, yakni: DPP, ketua korwil, desk pilkada, ketua bidang pemenangan pemilu, ketum Golkar juga bertanggung jawab.
"Jadi tidak sepenuhnya kesalahan itu ada pada Jusuf Kalla," katanya.
Ia menilai alasan utama Golkar kalah di beberapa pilkada karena tidak cermatnya Golkar dalam menentukan calon yang akan diusung. Mereka yang diusung parpol dan kalah, terbukti calon yang tidak dekat dengan masyarakat.
"Jadi Golkar harus mau meninjau ulang mekanisme seleksi, ada yang salah, sehingga dalam pilgub calon-calon Golkar banyak yang bertumbangan, karena memilih orang salah," katanya.
Menurutnya, evaluasi kinerja harus ada penghargaan dan sanksi (reward and punishment). Penanggung jawab dari kekalahan pilgub dan mereka yang kinerjanya buruk harus mau misalnya di dalam kepengurusan DPP Golkar dipindahkan posisinya atau diganti.
"Bagi mereka yang bertanggung jawab terhadap kekalahan Golkar, maka di DPP Golkar tidak dicalonkan di legislatif," ujarnya.
Namun, DPP belum ada sikap yang jelas, belum ada formulasi kebijakan yang memberi sanksi bagi para pengambil keputusan yang terbukti gagal dalam pilkada.
Tumbangnya calon Golkar dalam pilgub di beberapa daerah, menurutnya, harus jadi peringatan bagi pengurus di tingkat DPP Golkar bahwa apakah kegemilangan partai golkar mulai redup. Makanya jangan tunggu sampai mati, baru tersadar.
Terkait penjaringan capres untuk pemilu 2009, menurut dia, cara terbaik memang dengan konvensi. Namun, harus lebih baik dari pada konvensi tahun 2004, karena saat itu konvensi dilakukan karena kebutuhan pimpinan nasional, ada politik uang, intervensi DPP Partai Golkar.
Namun, saat ini pimpinan Golkar tidak bermasalah, jadi tidak perlu calon alternatif. Murni menjaring pimpinan nasional. Perlu ada aturan dalam konvensi mendatang tidak dikeluarkan uang, bahkan kalau perlu ada komite yang memantau, dan DPP tidak boleh mengarahkan dukungan atau intervensi.
Salam Hangat Bagi Anda Semua
Gbu Olang